Kamis, 12 Maret 2015

First and Last



Sore ini tidak begitu ramai seperti biasanya. Nyaris tidak ada suara kendaraan yang berlalu lalang di depan rumahku. Sore tadi aku sudah memastikan bahwa tidak ada jadwal latihan, ibadah maupun pertemuan, tampaknya malam ini aku dapat berpetualang kembali dengan segudang cerita yang belum sempat aku tuliskan lagi semenjak Januari lalu. Dua bulan lalu, meskipun belum sempat aku menuliskannya, namun tidak ada satu tanggalpun yang aku lewati tanpa merekamnya dengan jelas di kepalaku. 

17 Januari 2015
Hari itu tampaknya seperti mimpi di malam hari. Aku berkenalan dengan seseorang yang membuatku memikirkannya hingga tertidur pulas. Aku belum pernah bertemu dengannya sebelumnya, tetapi entah mengapa chat di malam itu begitu membuatku merasakan kebahagiaan. Saat itu hampir tengah malam dan aku terbangun dari tidurku. Aku membuka handphone ku dan melihat notifikasi dari sebuah media sosial. Entah mengapa, notifikasi itu begitu mencuri perhatianku, biasanya aku tidak pernah menghiraukan hal-hal seperti itu. Aku menanggapi chat itu dengan begitu excited  meskipun dalam keadaan setengah sadar.
Keesokan paginya aku terbangun, melihat handphoneku untuk memastikan bahwa semalam itu bukanlah mimpi. Sembari mempersiapkan diri ibadah pagi itu, aku terus menerus memikirkan obrolanku semalam dengannya.

Hari demi hari berjalan, tidak ada rasa takut dalam diriku untuk mengenalnya lebih dalam. Ini kali pertama aku berani melangkah. Biasanya terhadap orang yang baru dikenal, aku akan memproteksi hatiku dan menghindari hal-hal yang mungkin saja membuatku patah hati di kemudian hari. Aku akan bertindak cuek dan kurang bersahabat terhadap orang-orang baru. Tetapi ada yang berbeda ketika perkenalan hari itu, aku tidak takut terhadap apapun. Aku membiarkan segalanya berjalan begitu saja.

Aku bertanya kepada Tuhan apakah ini jawaban dari semua doaku selama bertahun-tahun lamanya. Perkenalan ini persis terjadi sehari setelah aku menulis blog yang berjudul, “Who can find virtuous woman?” Pada blog itu, dengan jelas aku menuliskan perkataan Tuhan bahwa Ia sedang menyiapkan sesuatu yang besar di depanku. Aku pun mulai mendoakannya. Kami berkenalan di saat sama-sama menjalani puasa 21 hari di awal tahun. Saat itu aku menanyakan, apa yang ia puasakan yang belum dijawab oleh Tuhan. Tampaknya kami sama-sama bergumul untuk hal yang sama, yaitu pasangan hidup. Saat itu hatiku bergetar, bagaimana mungkin Tuhan mempertemukan kami di saat yang begitu tepat. Kami menjalani hari-hari di depan kami dengan terus saling mendoakan, saling menguatkan, saling mengingatkan. Ada kalanya khotbah yang aku dengar di gereja sama persis dengan khotbah yang ia dengar di gerejanya. Saat itu, Tuhan mengatakan kepadaku bahwa meskipun kami terpisah jarak dan waktu, tetapi tidak ada jarak dalam hadirat Tuhan. Tuhan mengatakan bahwa ia adalah anak kesayanganNya, Tuhan mau aku menjaganya dan mengasihinya dengan tulus.

Pengalaman-pengalaman supranaturalpun terjadi antara kami berdua dalam pelayanan kami. Hal itu pun menjadi pengalaman pertamaku ketika mendoakan untuk sebuah KKR besar. Aku melihat apa yang ia lihat meskipun kami terpisah di pulau yang berbeda. Kejadian itu benar-benar membuatku merinding hingga saat aku menuliskannya. Aku percaya Tuhan belum selesai sampai di sana, kami berdoa dan sepakat bahwa kami mau dipakai Tuhan untuk kemuliaanNya. Perkenalan berlanjut dan kami menemukan begitu banyak kesamaan dan kecocokkan. Tidak terlalu sulit untuk memahaminya karena apa yang ia pikirkan seringkali sama dengan pikiranku. Kami tidak pernah berdebat bahkan saling menyakiti.

14 Februari 2015
Hari itu adalah hari valentine. Setiap pasangan pasti disibukkan dengan dating atau romantic dinner di malam hari. Valentine tahun ini adalah valentine pertamaku bersama dengan seseorang yang mengasihiku. Kami tidak dapat melewati hari itu bersama-sama karena terbentur oleh jadwal pelayanan di tempat kami masing-masing. Meskipun tidak dapat bersama saat itu, kalimat “Happy Valentine” yang begitu sederhana dikatakannya membuat mataku berkaca kaca dan hatiku bergetar.

15 Februari 2015
Saat itu ia menelponku, tanganku gemetar dan jantungku hampir mau copot ketika mengangkat teleponnya. Ia mengatakan padaku bahwa ia mengasihiku dan mengajakku untuk mengambil komitmen berpacaran. Begitu banyak dalam kepalaku yang ingin aku sampaikan, tetapi aku tidak dapat mengatakan apapun selain ucapan, “iya.” Saat itu mataku berkaca-kaca. Tuhan mengatakan di saat yang bersamaan, “Apa kamu bahagia dengan pilihanKu, anakKu?” Tentu saja aku begitu bahagia. Proses yang aku hadapi tidaklah mudah. Tuhan membuatku belajar, terkadang aku terjatuh, terkadang aku menangis dengan keras, bahkan aku pernah dikecewakan oleh orang lain. Dalam menghadapi proses itu pun, Tuhan selalu mengatakan kepadaku bahwa Ia sedang mempersiapkanku dan sedang mempersiapkan pasangan hidupku sampai suatu saat kami dipertemukan sebagai pribadi yang utuh. Sekalipun aku mengalami kekecewaan terhadap orang lain, Tuhan mengajariku untuk mengampuni orang lain dan mulai mendoakan pasanganku sekalipun mungkin saja aku belum mengenalnya. Ia menjawab doaku di saat yang begitu indah.
Aku teringat ketika orang menanyakanku, tipe lelaki seperti apa yang aku inginkan. Aku langsung menjawab dengan jelas bahwa aku menyukai orang yang mencintai Tuhan dan mencintaiku. Pikiranku sederhana, seseorang yang mencintai Tuhan pasti memiliki buah-buah Roh yang memuliakan Tuhan dan memberkati orang lain. Aku mencintai orang yang mencintaiku dengan utuh.

Hal ini mungkin tidak dapat dipercaya oleh orang lain. Aku begitu mengasihinya sekalipun aku belum pernah bertemu dengannya. Orang lain menganggapku begitu bodoh karena keputusanku yang tidak sesuai dengan logika mereka pada umumnya.

26 Februari 2015
Hari ini adalah hari pertama kami bertemu. Ia mengunjungiku dari Malang ke Lombok. Pertemuan pertama kami terjadi di bandara ketika aku menjemputnya. Aku sempat berpikir bahwa pertemuan pertama kami akan begitu canggung, tetapi ternyata tidak. Kami bertemu dan mengobrol seolah-olah kami sudah lama bertemu. Pertemuan kami hanya berlangsung 3 hari. Kami memanfaatkan tiga hari itu untuk saling mengenal lebih dalam lagi. Tutur katanya begitu lembut dan tidak pernah ada satu kata-kata kasarpun keluar dari mulutnya. Tidak ada satupun perbuatan yang ia lakukan yang pernah menyakiti hatiku. Setiap perkataan dan tindakannya benar-benar mencerminkan sosok anak Tuhan yang begitu aku dambakan selama ini. Ia membuatku semakin mencintainya.
1 Maret 2015
Aku merekam setiap kejadian yang terjadi selama 3 hari aku bersamanya. Setidaknya, ketika jarak memisahkan kami, aku masih menyimpan memori-memori ku bersamanya. 1 Maret 2015, aku mengantarnya ke bandara. Langkah-langkahnya menyusuri ruang check in saat itu membuatku begitu sedih. Aku hanya dapat melihat punggungnya yang bergerak menjauh meninggalkanku. Aku menatapnya dari kejauhan. Mataku berkaca-kaca. Saat itu pun aku tahu apa yang ia rasakan. Ia sempat memanggilku sebelum langkahnya mulai menjauh dariku. Matanya berkaca-kaca dan pandangannya terus menatapku sembari melangkahkan kakinya. Ah, air mataku masih saja meleleh ketika aku mengingat kejadian itu hingga saat ini. Aku benar-benar merindukannya. Aku hanya dapat berdoa agar Tuhan menjaga dan melindunginya untukku.

Hari demi hari berlalu. Ia semakin menguatkanku melalui sharing Firman Tuhan dan doa-doanya setiap pagi untukku. Sekalipun jarak memisahkan kami, kami percaya suatu saat Tuhan pasti mempertemukan kami pada waktu yang indah. Ketika aku merindukannya, Tuhan selalu mengatakan padaku bahwa tidak ada jarak dalam hadirat Allah. Sekalipun secara fisik kami tidak bertemu, aku menemukan jiwanya setiap hari ketika kami berdoa bersama. Tuhan memberikan anugrah terindah untukku di saat yang begitu indah.
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

© How God Writes Your Life Story, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena