Jumat, 16 Januari 2015

Who Can Find a Virtuous Woman?

(Proverbs 31:10)
"Who can find a virtuous woman? for her price is far above rubies"

Ketika aku terbangun pagi ini, aku teringat sebuah ayat yang dikirimkan oleh teman komselku di Malang semalam. Ayat tersebut terdapat dalam Amsal 31:10 yang berkata,"Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata." Aku begitu kaget ketika membaca ayat ini. Dalam pikiranku, apakah temanku salah mengirimkanku ayat semalam. Ayat ini tidak begitu relevan untuk hidupku saat ini, pikirku. Segera saja aku mempersiapkan diriku untuk ke kantor hari ini. Aku sempat bertanya kepada Tuhan, apa maksud Tuhan memberikan ayat ini untukku. Terang saja Tuhan langsung mengatakan bahwa Ia mengajariku mulai dari saat ini. Ia sedang mempersiapkan aku untuk sesuatu yang besar di depanku. 

Bukan kebetulan juga, ketika aku menyalakan PC ku hari ini dan membuka youtube, terdapat suatu video khotbah yang berjudul "Keluarga di dalam Tuhan", oleh Ps.Philip Mantofa. Tanpa berpikir panjang, aku langsung membukanya. Tampaknya sudah menjadi kebiasaan ketika Tuhan mengajariku di pagi hari, dan Ia selalu mengajariku melalui video-video khotbah yang aku dengar hari itu juga. 

Hari ini aku mendapatkan penjelasan Tuhan, seperti apakah istri yang cakap itu. Dalam bahasa Inggris, cakap dijelaskan dengan kata virtuous, yang artinya berbudi luhur, bijak, berbuat kebajikan. Istri, tentu saja berkaitan dengan seorang wanita. Ketika Tuhan menciptakan wanita, ia diambil dari tulang rusuk lelaki. Berasal dari tulang rusuk lelaki artinya bahwa wanita memiliki DNA yang sama dengan lelaki, meskipun wanita diciptakan dengan berbagai kelebihan yang tidak dimiliki lelaki, begitu pula sebaliknya. 

Setiap anak, entah pria maupun wanita diciptakan Tuhan dalam keadaan yang bersih dan suci, tidak peduli apapun keadaan orang tuanya. Menjadi seorang istri yang cakap, tentu saja akan dipersiapkan untuk suatu kehidupan keluarga, yaitu tanggung jawab terhadap suami dan anaknya. Orang tua lah yang memiliki peranan penting ketika mendidik anak. 

Hari ini aku bersyukur ketika Tuhan memberikanku hidup dalam sebuah keluarga yang begitu mencintai Tuhan. Ketika seseorang bertanya kepadaku, "how you describe your daddy?" Aku akan dengan sangat bangga menceritakan ayahku. He is the sweetest man I ever had. Suatu saat ketika aku memiliki suami dan menikah, aku akan tetap menempatkan papiku sebagai the sweetest man in my life. Sejak kecil, papiku selalu memujiku bahkan untuk hal yang paling sederhana yang aku lakukan. Ketika aku belajar memasak akhir-akhir ini, aku sempat meminta tolong papiku untuk memotong daging ayam mentah karena aku takut untuk memegangnya. Langsung saja ia mengatakan, "Jika kamu tidak melakukannya hari ini, kapan lagi kamu memiliki keberanian untuk melakukannya?" Tampaknya sebuah kalimat yang biasa, tetapi menghilangkan traumaku selama bertahun-tahun. Aku mencobanya dan aku berhasil melakukannya. Ketika masakan itu telah selesai aku buat, papiku lah orang pertama yang memuji masakanku, meskipun aku tahu rasanya tidak terlalu enak. 

Saat berjalan-jalan dengan keluargaku di Jogja, aku berada pada barisan paling belakang sambil menikmati suasana malam kota Jogja. Ketika aku melihat cece dan pacarnya berjalan berdampingan, aku sempat berpikir seandainya ada orang yang mencintaiku seperti itu. Maklum saja, aku tidak pernah berpacaran selama 22 tahun hidupku. Aku sempat bertanya kepada Tuhan, mengapa Ia tidak langsung saja menjawab doaku yang satu ini. Mengapa orang lain begitu mudah mendapatkannya, sedangkan aku tidak? Belum selesai aku bertanya, papiku langsung mundur dari barisan di depan dan merangkulku sambil berjalan di sebelahku. Ia mengajakku berbicara, seolah-olah mengatakan,"Dont grow up so fast, dear!" Tuhan begitu menghiburku melalui papiku. Hal yang sederhana, mungkin saja dia melupakan apa yang telah ia lakukan, tetapi hal itu sungguh berarti bagiku. He is my man.

Melalui apapun yang Tuhan ijinkan aku alami, aku tahu bahwa suatu saat ketika aku telah menikah dan memiliki keluarga, Tuhan menginginkanku untuk mengikuti teladan ayahku.
Menjadi seseorang yang lemah lembut, taat, dan tunduk karena itu adalah perintah Tuhan. Menjadi orang tua yang mencintai anak-anaknya, memuji anak-anaknya ketika dia melakukan hal yang baik dan benar, sesederhana apapun itu. Tidak berkata kasar dalam keadaan apapun, meskipun dalam suasana hati yang tidak terlalu baik.
Dan yang terpenting dari semua itu adalah memperkenalkan Tuhan Yesus yang menjadi Tuhan orangtuanya. Karena segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan bagi Dialah segala kemuliaan. 

Semoga memberkati....
Read More

Senin, 12 Januari 2015

Daughter of God!



Malam ini tampak seperti malam-malam biasanya, sama sekali tidak ada yang istimewa. Aku duduk tertegun sambil mencoba menuangkan apa yang ada di pikiranku malam ini. Entah apa yang muncul di pikiranku malam ini, tetapi aku sedang mencoba berpetualang dengan segala hal tentang sosok yang disebut “Wanita”. Beberapa bulan yang lalu aku sempat menuliskan tentang peranan seorang wanita.

Masih teringat jelas dalam ingatanku bahwa wanita memiliki peranan sebagai seorang penolong bagi seorang pria. Tetapi apakah seorang perempuan hanya diciptakan hanya sebagai penolong saja? Hari ini Tuhan menuntunku pada suatu pengertian mengenai sesuatu yang besar di balik penciptaan seorang wanita.

Lydia Angela Natasya, sejak lahir aku adalah orang yang tidak pernah bangga memiliki nama itu. Aku merasa nama itu tidak cocok untukku mengingat gayaku yang tidak terlalu feminim dan cara bicaraku yang tidak terlalu lembut seperti wanita pada umumnya. Sebelum lahir, orangtuaku menyiapkan sebuah nama laki-laki untukku. Terpikir olehku bahwa orangtuaku mungkin saja menginginkan seorang anak laki-laki pada saat itu. Seringkali aku bertanya kepada Tuhan, mengapa Ia tidak menciptakanku sebagai seorang laki-laki saja? Menurutku, wanita hanyalah sosok yang begitu lemah dan mudah sekali untuk menangis. Pada saat masa kecilku, aku bertindak sebagai jagoan di rumah. Entahlah, aku merasa begitu bangga ketika tidak ada satupun saudaraku yang berani melawanku. Begitu bodoh dan konyol.

Ketika berada di rumah, aku merasa aku lah yang berkuasa, tetapi ketika berada di luar rumah, aku menjadi anak yang begitu tidak percaya diri. Aku pendiam dan begitu takut untuk berbicara. Membutuhkan waktu yang begitu lama untuk beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang yang baru. Aku tidak pernah mengijinkan orang menyebutku dengan nama Angel, Angela, dan Natasya. Aku mencoba terbiasa dengan nama Lydia. Aku tidak pandai dalam mengerjakan hal-hal yang biasa ditangani oleh wanita, seperti memasak, menjahit, dan sebagainya.

Tetapi sejak aku dekat dengan Tuhan, segalanya menjadi berubah. Aku merasa begitu bangga menjadi seorang wanita. Wanita diciptakan dengan kepekaan yang luar biasa. Ada hal yang berbeda antara kedekatan seorang ayah dengan anak perempuannya dan kedekatan seorang ayah dengan anak lelakinya. Seorang ayah yang baik pasti akan berkata-kata dan memperlakukan anak perempuannya dengan lembut, bahkan Ia tidak segan untuk memeluk anak perempuannya dan tidak akan mengijinkan anak perempuannya jatuh kepada laki-laki yang tidak baik.  Hal inilah yang menjadi dasar pemikiranku. Jika ayahku di dunia begitu mengasihiku, apalagi ayahku yang di Surga. Tuhan memperlakukanku dengan begitu lembut, bahkan ketika aku menangis sekalipun, Ia selalu menjelaskan mengapa hal itu dilakukanNya dengan penuh kasih.
Seorang wanita akan memiliki kepekaan terhadap perasaan Tuhan, karena itulah kelebihannya. Tidak hanya sampai di sana, dalam kisah-kisah di Alkitab pun, Tuhan banyak memakai seorang wanita untuk menjadi pahlawan, contohnya saja Ester, Deborah, Maria, Dorkas, Lydia.

Pada Bilangan 27:1-11 Tuhan juga menunjukkan cintaNya bagi anak-anak perempuan kesayanganNya. Mahla, Noa, Hogla, Milka, dan Tirza saat itu berani berbicara di hadapan Musa dan Imam Eleazar. Hal ini terjadi karena nama ayahNya hendak dihapus dari kaumnya oleh sebab ia tidak memiliki anak laki-laki. Kelima anak kesayangan Tuhan menuntut haknya. Pada ayat 7, Tuhan langsung membela kelima anak perempuan itu di depan mata Musa. Tuhan menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat mengambil hak yang dimiliki oleh anak-anak perempuan kesayangan Tuhan. Keberanian itu juga tampak ketika Ester dan Debora berjuang membela bangsaNya.

Kisah Rasul 16:13-15 menceritakan tentang Lidia seorang penjual kain ungu yang taat kepada Tuhan. Pada ayat 13 terdapat banyak perempuan yang berkumpul dan berbicara pada Paulus, tetapi ada seseorang yang menarik perhatian dari Paulus di antara sekian banyak perempuan itu, yaitu Lidia. Pada ayat 14, Paulus menceritakan tentang Lidia dan perhatian Tuhan kepada Lidia hingga seisi rumahnya mengalami metanoia atau pertobatan. Lidia adalah seorang wirausaha yang diberkati Tuhan. Hal ini ditunjukkan dari sifatnya yang ingin memberkati orang lain dengan mengajak Paulus untuk menumpang di rumahnya.

 Hari ini, aku menyadari keberhagaanku sebagai seorang anak perempuan di hadapan Tuhan Bapaku. Pembicaraanku dengan Tuhan hari ini membuat aku mengerti bahwa visi utamaku dalam penciptaan adalah bukan hanya sebagai penolong. Lebih dari itu, Ia menanamkan dalam pikiranku bahwa aku diciptakan Tuhan untuk dipakai secara luar biasa dalam mempermuliakan namaNya. Malam ini, aku bersyukur diciptakan sebagai seorang Lydia Angela Natasya. Anak perempuan kesayangan Tuhan Yesus.  

Wanita kesayangan Tuhan, engkau unik dan berharga di hadapan Tuhan. Jangan kuburkan impianmu, gunakan karunia yang Tuhan berikan untuk memuliakanNya. Perananmu sebagai penolong, tetap lakukan itu dengan setia. Tetapi jangan pernah melupakan visi utama bahwa engkau tetap diciptakan untuk kemuliaanNya. Kelebihanmu, jadikan itu sebagai berkat untuk menjadi lebih peka dalam mendengar suara Tuhan. Keep in shine, ladies… God’s lovely daughter…. Jesus loves you!
Read More

Selasa, 06 Januari 2015

Welcome 2015



Begitu banyak kejadian di tahun 2014 yang rasanya membuat kita enggan untuk beranjak ke tahun 2015. Dalam agendaku, ada beberapa hal yang menjadi resolusiku namun belum sempat terwujud meskipun 80% di antaranya sudah tercapai. Tahun 2014 menjadi tahun yang begitu penting dan berharga dalam hidupku. Banyak hal yang Tuhan ajarkan kepadaku di tahun itu. 

Mengawali 2015, Tuhan mengajakku untuk berputar dan mengingat kembali masa di tahun 2014. Tuhan selalu menyuruhku untuk melihat ke depan, tetapi kali ini aku dibawaNya melihat penyertaanNya yang begitu nyata di tahun 2014. Aku mengawali tahun 2014 dengan sebuah penantian. Penantian kelulusanku dan publikasi jurnalku. Aku melewati setiap malam dengan berdoa dan terus berdoa. Saat itu seakan-akan Tuhan diam. Tidak ada apapun yang terjadi selama beberapa bulan aku berdoa. Tetapi dalam bukuku, aku menuliskan imanku setiap harinya.
“Hari ini tidak akan melemahkan imanku, Tuhan… kalau belum hari ini, besok pasti aku menerima kabar tentang jurnalku.” tulisku

Aku menuliskannya setiap hari, setiap malam meskipun tidak terlihat adanya perubahan apapun. Tetapi semakin berjalannya hari, imanku bukan semakin kecil, tetapi semakin besar. Aku begitu yakin, Tuhan melakukan segala sesuatunya indah pada waktuNya Tuhan. Selama berbulan-bulan, penantianku dijawab Tuhan. Pagi hari pukul 05.00, dosenku mengabariku bahwa jurnalku sudah mendapat lampu hijau. Jurnalku belum sepenuhnya diterima karena harus melalui tahapan revisi.

“Tidak apa-apa, setidaknya hari ini aku melihat tanda.” tegasku dalam hati. Hari demi hari berlalu dan doaku tetap sama sampai suatu ketika aku mendapatkan kabar bahwa jurnalku benar-benar diterima.
Aku pernah membaca sebuah kalimat yang mengatakan bahwa yang terpenting dari sebuah kesabaran bukan tentang lama waktunya, tetapi attitude yang kita tampilkan selama penantian tersebut. Ketika diperhadapkan dengan sebuah penantian, terdapat dua hal yang menjadi pilihan banyak orang. Putus asa dan berhenti berharap ataukah terus berdoa dan berharap hingga tercapainya suatu hasil akhir dari penantian. 

Ada masa ketika seseorang harus berusaha dan ada masa ketika seseorang hanya dapat berdoa dan mengandalkan Tuhan. Bagi banyak orang, berdoa berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa melihat titik apapun bukanlah perkara yang mudah. Namun bagiku, lebih mudah berdoa dan mengandalkan Tuhan tanpa rasa curiga apapun daripada aku harus menyerah dan menutup bukuku.

Ketika aku berada dalam sebuah penantian, ada suatu  hal yang Tuhan ajarkan kepadaku, bahwa pengharapanku kepada Tuhan tidak akan sia-sia. He makes everything beautiful in His time. Waktunya Tuhan tidak sama dengan waktuku. Bukan berarti Ia lamban dalam menjawab doa, tetapi melalui penantian, Tuhan ingin mengajarkanku untuk rendah hati dan menyadari bahwa semua hal yang terjadi bukan karena usahaku, tetapi semua adalah anugrah Tuhan. Tuhan menempatkanku di titik ketika aku sudah tidak dapat mengusahakan apapun selain berserah.

Tuhan mengingatkanku tentang Kaleb mendapatkan Hebron. Penantian Kaleb untuk memperoleh janji Tuhan adalah 45 tahun. Hebron saat itu dipenuhi oleh raksasa-raksasa dan bagi seorang Kaleb, ia selayaknya memiliki alasan yang kuat untuk menyerah. Tetapi ketika Kaleb mengingat janji Tuhan tentang Hebron, ia sama sekali tidak menyerah. Ia mengejar Hebron sampai menjadi miliknya.

Tidak peduli sesulit apapun medan yang kita hadapi untuk mencapai janji Tuhan, tanamkanlah bahwa Ia adalah Tuhan yang menepati janjiNya. Ketika diperhadapkan dengan waktu penantian yang begitu panjang, yakinkanlah dirimu bahwa Tuhan sang penulis masih belum selesai menulis cerita hidupmu. Jangan terlalu terburu-buru menutup bukumu.

Tahun 2015, coba periksalah kembali, janji apa yang Tuhan masih tulis di bukumu yang kini telah kau tutup. Buka dan doakanlah kembali. Ia masih ingin menyelesaikan tulisanNya di hidupmu.
Kisah di tahun 2014 tersebut hanya salah satu dari penantianku. Aku masih memiliki sekian banyak janji Tuhan yang Ia sedang tuliskan di hidupku. Hari ini pun aku masih berada dalam penantian. Aku berdoa bertahun-tahun akan sebuah jawaban doa. Flash back di tahun 2014 menguatkanku kembali bahwa penantianku tidak akan sia-sia.  Tuhanku adalah Tuhan yang sama, kemarin, hari ini, dan besok sampai selama-lamanya. 

Walaupun seakan terlihat tidak ada jawaban, diamlah dalam penantian. Mungkin saja kala itu, Ia menetralkanmu dari hal-hal yang salah yang perlu diperbaiki di hidupmu. Tahun 2014, aku mengalaminya. Tuhan membuat aku belajar dari kesalahanku dalam hal menentukan prioritas yang utama dan terutama.
Entah hari ini, apakah proses penetralan itu masih berlangsung ataukah Tuhan sudah mulai menginjak gas mobil hidupku untuk berjalan kembali. Apapun yang menjadi keputusan Tuhan, tidak ada keraguan di dalam hidupku. Aku begitu yakin bahwa segala hal Tuhan rancangkan untuk kebaikanku. 

Hari ini penantianku belum mencapai titik akhir, tetapi aku sudah melihat tanda. Terlalu bebal rasanya untuk tidak percaya bahkan menyerah. Hal itu tidak akan pernah menjadi pilihanku.
Tahun 2015, Tuhan mengingatkanku pada ayat
1 Petrus 5:6 “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan, supaya kamu ditinggikan pada waktuNya.”

Hidup manusia seperti uap yang sebentar saja hilang. Menyadari kelemahan kita dan keterbatasan kita, seharusnya kita tahu bagaimana kita harus bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.
Rendah hati artinya tidak mencari pengakuan apapun dari siapapun. Rendah hati adalah senang jika Tuhan yang memperoleh kemuliaan dan tidak mengambil kemuliaan Tuhan. Orang yang rendah hati akan ditinggikan Tuhan pada waktuNya tanpa perlu repot-repot mencari muka.

At the end of my first blog at 2015, I would like to say thank you untuk My Greatest Father, Jesus Christ. I’m thanking for everything in 2014. Thank you to make me run, and thank you to make me have a rest for a while. 2015, I don’t know what will happen but it’s really really enough when I have You. I don’t want else. I just want to be a child that always depend on her Father, a student that depend on her teacher and a servant that always have a pure heart to serve her Lord. I love You, Father.
Your Child,

Lydia Angela Natasya
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

© How God Writes Your Life Story, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena