Sore ini tidak begitu ramai
seperti biasanya. Nyaris tidak ada suara kendaraan yang berlalu lalang di depan
rumahku. Sore tadi aku sudah memastikan bahwa tidak ada jadwal latihan, ibadah
maupun pertemuan, tampaknya malam ini aku dapat berpetualang kembali dengan
segudang cerita yang belum sempat aku tuliskan lagi semenjak Januari lalu. Dua
bulan lalu, meskipun belum sempat aku menuliskannya, namun tidak ada satu
tanggalpun yang aku lewati tanpa merekamnya dengan jelas di kepalaku.
17 Januari 2015
Hari itu tampaknya seperti mimpi
di malam hari. Aku berkenalan dengan seseorang yang membuatku memikirkannya
hingga tertidur pulas. Aku belum pernah bertemu dengannya sebelumnya, tetapi
entah mengapa chat di malam itu
begitu membuatku merasakan kebahagiaan. Saat itu hampir tengah malam dan aku
terbangun dari tidurku. Aku membuka handphone
ku dan melihat notifikasi dari sebuah media sosial. Entah mengapa,
notifikasi itu begitu mencuri perhatianku, biasanya aku tidak pernah
menghiraukan hal-hal seperti itu. Aku menanggapi chat itu dengan begitu excited meskipun dalam keadaan setengah sadar.
Keesokan paginya aku terbangun,
melihat handphoneku untuk memastikan
bahwa semalam itu bukanlah mimpi. Sembari mempersiapkan diri ibadah pagi itu,
aku terus menerus memikirkan obrolanku semalam dengannya.
Hari demi hari berjalan, tidak
ada rasa takut dalam diriku untuk mengenalnya lebih dalam. Ini kali pertama aku
berani melangkah. Biasanya terhadap orang yang baru dikenal, aku akan
memproteksi hatiku dan menghindari hal-hal yang mungkin saja membuatku patah
hati di kemudian hari. Aku akan bertindak cuek dan kurang bersahabat terhadap
orang-orang baru. Tetapi ada yang berbeda ketika perkenalan hari itu, aku tidak
takut terhadap apapun. Aku membiarkan segalanya berjalan begitu saja.
Aku bertanya kepada Tuhan apakah
ini jawaban dari semua doaku selama bertahun-tahun lamanya. Perkenalan ini
persis terjadi sehari setelah aku menulis blog yang berjudul, “Who can find
virtuous woman?” Pada blog itu, dengan jelas aku menuliskan perkataan Tuhan
bahwa Ia sedang menyiapkan sesuatu yang besar di depanku. Aku pun mulai
mendoakannya. Kami berkenalan di saat sama-sama menjalani puasa 21 hari di awal
tahun. Saat itu aku menanyakan, apa yang ia puasakan yang belum dijawab oleh
Tuhan. Tampaknya kami sama-sama bergumul untuk hal yang sama, yaitu pasangan
hidup. Saat itu hatiku bergetar, bagaimana mungkin Tuhan mempertemukan kami di
saat yang begitu tepat. Kami menjalani hari-hari di depan kami dengan terus
saling mendoakan, saling menguatkan, saling mengingatkan. Ada kalanya khotbah
yang aku dengar di gereja sama persis dengan khotbah yang ia dengar di
gerejanya. Saat itu, Tuhan mengatakan kepadaku bahwa meskipun kami terpisah
jarak dan waktu, tetapi tidak ada jarak dalam hadirat Tuhan. Tuhan mengatakan
bahwa ia adalah anak kesayanganNya, Tuhan mau aku menjaganya dan mengasihinya
dengan tulus.
Pengalaman-pengalaman
supranaturalpun terjadi antara kami berdua dalam pelayanan kami. Hal itu pun
menjadi pengalaman pertamaku ketika mendoakan untuk sebuah KKR besar. Aku
melihat apa yang ia lihat meskipun kami terpisah di pulau yang berbeda.
Kejadian itu benar-benar membuatku merinding hingga saat aku menuliskannya. Aku
percaya Tuhan belum selesai sampai di sana, kami berdoa dan sepakat bahwa kami
mau dipakai Tuhan untuk kemuliaanNya. Perkenalan berlanjut dan kami menemukan
begitu banyak kesamaan dan kecocokkan. Tidak terlalu sulit untuk memahaminya
karena apa yang ia pikirkan seringkali sama dengan pikiranku. Kami tidak pernah
berdebat bahkan saling menyakiti.
14 Februari 2015
Hari itu adalah hari valentine.
Setiap pasangan pasti disibukkan dengan dating
atau romantic dinner di malam hari.
Valentine tahun ini adalah valentine pertamaku bersama dengan seseorang yang mengasihiku.
Kami tidak dapat melewati hari itu bersama-sama karena terbentur oleh jadwal
pelayanan di tempat kami masing-masing. Meskipun tidak dapat bersama saat itu,
kalimat “Happy Valentine” yang begitu sederhana dikatakannya membuat mataku
berkaca kaca dan hatiku bergetar.
15 Februari 2015
Saat itu ia menelponku, tanganku
gemetar dan jantungku hampir mau copot ketika mengangkat teleponnya. Ia mengatakan
padaku bahwa ia mengasihiku dan mengajakku untuk mengambil komitmen berpacaran.
Begitu banyak dalam kepalaku yang ingin aku sampaikan, tetapi aku tidak dapat
mengatakan apapun selain ucapan, “iya.” Saat itu mataku berkaca-kaca. Tuhan
mengatakan di saat yang bersamaan, “Apa kamu bahagia dengan pilihanKu, anakKu?”
Tentu saja aku begitu bahagia. Proses yang aku hadapi tidaklah mudah. Tuhan
membuatku belajar, terkadang aku terjatuh, terkadang aku menangis dengan keras,
bahkan aku pernah dikecewakan oleh orang lain. Dalam menghadapi proses itu pun,
Tuhan selalu mengatakan kepadaku bahwa Ia sedang mempersiapkanku dan sedang
mempersiapkan pasangan hidupku sampai suatu saat kami dipertemukan sebagai
pribadi yang utuh. Sekalipun aku mengalami kekecewaan terhadap orang lain,
Tuhan mengajariku untuk mengampuni orang lain dan mulai mendoakan pasanganku
sekalipun mungkin saja aku belum mengenalnya. Ia menjawab doaku di saat yang
begitu indah.
Aku teringat ketika orang
menanyakanku, tipe lelaki seperti apa yang aku inginkan. Aku langsung menjawab
dengan jelas bahwa aku menyukai orang yang mencintai Tuhan dan mencintaiku.
Pikiranku sederhana, seseorang yang mencintai Tuhan pasti memiliki buah-buah
Roh yang memuliakan Tuhan dan memberkati orang lain. Aku mencintai orang yang
mencintaiku dengan utuh.
Hal ini mungkin tidak dapat
dipercaya oleh orang lain. Aku begitu mengasihinya sekalipun aku belum pernah
bertemu dengannya. Orang lain menganggapku begitu bodoh karena keputusanku yang
tidak sesuai dengan logika mereka pada umumnya.
26 Februari 2015
Hari ini adalah hari pertama kami
bertemu. Ia mengunjungiku dari Malang ke Lombok. Pertemuan pertama kami terjadi
di bandara ketika aku menjemputnya. Aku sempat berpikir bahwa pertemuan pertama
kami akan begitu canggung, tetapi ternyata tidak. Kami bertemu dan mengobrol
seolah-olah kami sudah lama bertemu. Pertemuan kami hanya berlangsung 3 hari.
Kami memanfaatkan tiga hari itu untuk saling mengenal lebih dalam lagi. Tutur
katanya begitu lembut dan tidak pernah ada satu kata-kata kasarpun keluar dari
mulutnya. Tidak ada satupun perbuatan yang ia lakukan yang pernah menyakiti
hatiku. Setiap perkataan dan tindakannya benar-benar mencerminkan sosok anak
Tuhan yang begitu aku dambakan selama ini. Ia membuatku semakin mencintainya.
1 Maret 2015
Aku merekam setiap kejadian yang
terjadi selama 3 hari aku bersamanya. Setidaknya, ketika jarak memisahkan kami,
aku masih menyimpan memori-memori ku bersamanya. 1 Maret 2015, aku
mengantarnya ke bandara. Langkah-langkahnya menyusuri ruang check in saat itu membuatku begitu sedih.
Aku hanya dapat melihat punggungnya yang bergerak menjauh meninggalkanku. Aku
menatapnya dari kejauhan. Mataku berkaca-kaca. Saat itu pun aku tahu apa yang
ia rasakan. Ia sempat memanggilku sebelum langkahnya mulai menjauh dariku.
Matanya berkaca-kaca dan pandangannya terus menatapku sembari melangkahkan
kakinya. Ah, air mataku masih saja meleleh ketika aku mengingat kejadian itu
hingga saat ini. Aku benar-benar merindukannya. Aku hanya dapat berdoa agar
Tuhan menjaga dan melindunginya untukku.
Hari demi hari berlalu. Ia
semakin menguatkanku melalui sharing Firman
Tuhan dan doa-doanya setiap pagi untukku. Sekalipun jarak memisahkan kami, kami
percaya suatu saat Tuhan pasti mempertemukan kami pada waktu yang indah. Ketika
aku merindukannya, Tuhan selalu mengatakan padaku bahwa tidak ada jarak dalam
hadirat Allah. Sekalipun secara fisik kami tidak bertemu, aku menemukan jiwanya
setiap hari ketika kami berdoa bersama. Tuhan memberikan anugrah terindah untukku di saat yang begitu indah.