Begitu banyak kejadian di tahun
2014 yang rasanya membuat kita enggan untuk beranjak ke tahun 2015. Dalam
agendaku, ada beberapa hal yang menjadi resolusiku namun belum sempat terwujud
meskipun 80% di antaranya sudah tercapai. Tahun 2014 menjadi tahun yang begitu
penting dan berharga dalam hidupku. Banyak hal yang Tuhan ajarkan kepadaku di
tahun itu.
Mengawali 2015, Tuhan mengajakku
untuk berputar dan mengingat kembali masa di tahun 2014. Tuhan selalu
menyuruhku untuk melihat ke depan, tetapi kali ini aku dibawaNya melihat
penyertaanNya yang begitu nyata di tahun 2014. Aku mengawali tahun 2014 dengan
sebuah penantian. Penantian kelulusanku dan publikasi jurnalku. Aku melewati
setiap malam dengan berdoa dan terus berdoa. Saat itu seakan-akan Tuhan diam.
Tidak ada apapun yang terjadi selama beberapa bulan aku berdoa. Tetapi dalam
bukuku, aku menuliskan imanku setiap harinya.
“Hari ini tidak akan melemahkan
imanku, Tuhan… kalau belum hari ini, besok pasti aku menerima kabar tentang
jurnalku.” tulisku
Aku menuliskannya setiap hari,
setiap malam meskipun tidak terlihat adanya perubahan apapun. Tetapi semakin
berjalannya hari, imanku bukan semakin kecil, tetapi semakin besar. Aku begitu
yakin, Tuhan melakukan segala sesuatunya indah pada waktuNya Tuhan. Selama
berbulan-bulan, penantianku dijawab Tuhan. Pagi hari pukul 05.00, dosenku
mengabariku bahwa jurnalku sudah mendapat lampu hijau. Jurnalku belum
sepenuhnya diterima karena harus melalui tahapan revisi.
“Tidak apa-apa, setidaknya hari
ini aku melihat tanda.” tegasku dalam hati. Hari demi hari berlalu dan doaku
tetap sama sampai suatu ketika aku mendapatkan kabar bahwa jurnalku benar-benar
diterima.
Aku pernah membaca sebuah kalimat
yang mengatakan bahwa yang terpenting dari sebuah kesabaran bukan tentang lama
waktunya, tetapi attitude yang kita
tampilkan selama penantian tersebut. Ketika diperhadapkan dengan sebuah
penantian, terdapat dua hal yang menjadi pilihan banyak orang. Putus asa dan
berhenti berharap ataukah terus berdoa dan berharap hingga tercapainya suatu
hasil akhir dari penantian.
Ada masa ketika seseorang harus berusaha dan ada
masa ketika seseorang hanya dapat berdoa dan mengandalkan Tuhan. Bagi banyak
orang, berdoa berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa melihat titik apapun
bukanlah perkara yang mudah. Namun bagiku, lebih mudah berdoa dan mengandalkan
Tuhan tanpa rasa curiga apapun daripada aku harus menyerah dan menutup bukuku.
Ketika aku berada dalam sebuah
penantian, ada suatu hal yang Tuhan
ajarkan kepadaku, bahwa pengharapanku kepada Tuhan tidak akan sia-sia. He makes everything beautiful in His time.
Waktunya Tuhan tidak sama dengan waktuku. Bukan berarti Ia lamban dalam
menjawab doa, tetapi melalui penantian, Tuhan ingin mengajarkanku untuk rendah
hati dan menyadari bahwa semua hal yang terjadi bukan karena usahaku, tetapi
semua adalah anugrah Tuhan. Tuhan menempatkanku di titik ketika aku sudah tidak
dapat mengusahakan apapun selain berserah.
Tuhan mengingatkanku tentang
Kaleb mendapatkan Hebron. Penantian Kaleb untuk memperoleh janji Tuhan adalah
45 tahun. Hebron saat itu dipenuhi oleh raksasa-raksasa dan bagi seorang Kaleb,
ia selayaknya memiliki alasan yang kuat untuk menyerah. Tetapi ketika Kaleb
mengingat janji Tuhan tentang Hebron, ia sama sekali tidak menyerah. Ia
mengejar Hebron sampai menjadi miliknya.
Tidak peduli sesulit apapun medan
yang kita hadapi untuk mencapai janji Tuhan, tanamkanlah bahwa Ia adalah Tuhan
yang menepati janjiNya. Ketika diperhadapkan dengan waktu penantian yang begitu
panjang, yakinkanlah dirimu bahwa Tuhan sang penulis masih belum selesai
menulis cerita hidupmu. Jangan terlalu terburu-buru menutup bukumu.
Tahun 2015, coba periksalah kembali,
janji apa yang Tuhan masih tulis di bukumu yang kini telah kau tutup. Buka dan
doakanlah kembali. Ia masih ingin menyelesaikan tulisanNya di hidupmu.
Kisah di tahun 2014 tersebut
hanya salah satu dari penantianku. Aku masih memiliki sekian banyak janji Tuhan
yang Ia sedang tuliskan di hidupku. Hari ini pun aku masih berada dalam
penantian. Aku berdoa bertahun-tahun akan sebuah jawaban doa. Flash back di tahun 2014 menguatkanku
kembali bahwa penantianku tidak akan sia-sia.
Tuhanku adalah Tuhan yang sama, kemarin, hari ini, dan besok sampai
selama-lamanya.
Walaupun seakan terlihat tidak
ada jawaban, diamlah dalam penantian. Mungkin saja kala itu, Ia menetralkanmu
dari hal-hal yang salah yang perlu diperbaiki di hidupmu. Tahun 2014, aku
mengalaminya. Tuhan membuat aku belajar dari kesalahanku dalam hal menentukan
prioritas yang utama dan terutama.
Entah hari ini, apakah proses
penetralan itu masih berlangsung ataukah Tuhan sudah mulai menginjak gas mobil
hidupku untuk berjalan kembali. Apapun yang menjadi keputusan Tuhan, tidak ada
keraguan di dalam hidupku. Aku begitu yakin bahwa segala hal Tuhan rancangkan
untuk kebaikanku.
Hari ini penantianku belum
mencapai titik akhir, tetapi aku sudah melihat tanda. Terlalu bebal rasanya
untuk tidak percaya bahkan menyerah. Hal itu tidak akan pernah menjadi
pilihanku.
Tahun 2015, Tuhan mengingatkanku
pada ayat
1 Petrus 5:6 “Karena itu
rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan, supaya kamu ditinggikan pada
waktuNya.”
Hidup manusia seperti uap yang
sebentar saja hilang. Menyadari kelemahan kita dan keterbatasan kita,
seharusnya kita tahu bagaimana kita harus bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.
Rendah hati artinya tidak mencari
pengakuan apapun dari siapapun. Rendah hati adalah senang jika Tuhan yang
memperoleh kemuliaan dan tidak mengambil kemuliaan Tuhan. Orang yang rendah
hati akan ditinggikan Tuhan pada waktuNya tanpa perlu repot-repot mencari muka.
At the end of my first blog at 2015, I would like to say thank you untuk My Greatest Father, Jesus Christ. I’m thanking for everything in 2014.
Thank you to make me run, and thank you to make me have a rest for a while. 2015, I don’t know what will happen but it’s
really really enough when I have You. I don’t want else. I just want to be a
child that always depend on her Father, a student that depend on her teacher
and a servant that always have a pure heart to serve her Lord. I love You,
Father.
Your Child,
Lydia Angela Natasya
0 komentar:
Posting Komentar